moonlamps.net – Pada tahun 2025, Indonesia menghadapi lonjakan signifikan dalam serangan siber yang semakin canggih, terutama yang memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI). Menurut laporan dari Group-IB, Indonesia menempati posisi kedua sebagai target utama serangan siber canggih di kawasan Asia Pasifik, dengan kontribusi lebih dari 7% dari total insiden serangan siber di wilayah tersebut pada tahun 2024 .​
Ancaman dari Agen AI dan Deepfake
Serangan siber kini tidak hanya dilakukan oleh individu atau kelompok kecil, tetapi juga melibatkan agen AI yang mampu merencanakan dan melaksanakan serangan secara mandiri. Teknologi deepfake juga digunakan untuk membuat video atau audio palsu yang sangat meyakinkan, yang kemudian digunakan dalam penipuan berbasis rekayasa sosial. Contohnya, penipu menggunakan suara deepfake untuk meniru suara CEO dan meminta transfer dana, yang berhasil merugikan perusahaan hingga ratusan ribu dolar .​
Kebutuhan Mendesak akan Regulasi Keamanan Siber
Meskipun ancaman semakin kompleks, Indonesia belum memiliki undang-undang yang secara komprehensif mengatur keamanan dan ketahanan siber. Regulasi yang ada masih bersifat sektoral dan tersebar di berbagai lembaga, seperti Siber Polri, Satuan Siber TNI, BSSN, Siber BIN, dan Siber Kominfo . Anggota Komisi I DPR, Dr. Sukamta, menekankan urgensi pembentukan regulasi setingkat undang-undang yang dapat menyatukan dan menyinkronkan berbagai institusi terkait untuk menghadapi ancaman siber yang semakin nyata.​
Langkah Strategis ke Depan
Untuk menghadapi ancaman ini, Indonesia perlu memperkuat infrastruktur keamanan siber, meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya keamanan digital, dan mempercepat pembentukan lembaga perlindungan data pribadi sebagai wujud konkret pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil menjadi kunci dalam membangun ketahanan siber nasional yang tangguh.
