moonlamps.net – Dalam lanskap kejahatan digital modern, stalkerware adalah jenis serangan siber yang semakin mengkhawatirkan namun belum banyak disadari masyarakat luas. Berbeda dari malware konvensional yang menyasar data keuangan atau sistem komputer, stalkerware secara khusus dirancang untuk memantau individu secara diam-diam melalui perangkat pribadinya—umumnya ponsel.
Stalkerware bekerja seperti alat pengintai digital. Aplikasi ini biasanya disisipkan ke dalam ponsel korban tanpa sepengetahuannya, lalu merekam percakapan, melacak lokasi GPS, mengakses kamera, hingga membaca pesan pribadi. Dalam banyak kasus, pelaku adalah orang dekat: pasangan, mantan kekasih, atau bahkan anggota keluarga yang memiliki akses fisik ke perangkat.
Menurut Laporan Kaspersky 2023, Indonesia menempati peringkat 7 secara global dalam jumlah perangkat yang terinfeksi stalkerware, menunjukkan ancaman ini nyata dan merata, tidak hanya di negara maju.
Masalah utama dari stalkerware adalah celah hukum. Di banyak negara, termasuk Indonesia, penggunaan stalkerware belum secara eksplisit diatur. Meski pelaku bisa dijerat lewat UU ITE (misalnya Pasal 30 dan 32), masih banyak perdebatan soal pembuktian, niat jahat, dan perlindungan privasi digital.
Beberapa perusahaan keamanan seperti Norton, Avast, dan Kaspersky telah menciptakan alat khusus untuk mendeteksi stalkerware, namun masyarakat masih minim edukasi akan risiko ini. Bahkan, beberapa aplikasi penyadap masih dijual bebas dengan iklan “lacak pasangan Anda dengan mudah” yang mengarah pada normalisasi kekerasan berbasis digital.
Solusi jangka panjang memerlukan pendekatan lintas sektor: revisi regulasi, edukasi literasi digital, dan penguatan sistem keamanan perangkat. Pengguna disarankan untuk:
-
Selalu mengunci ponsel dengan PIN atau biometrik
-
Mengecek aplikasi yang memiliki izin akses kamera/mikrofon
-
Menggunakan antivirus yang dapat mendeteksi stalkerware
-
Waspada jika perangkat cepat panas atau baterai cepat habis (indikasi monitoring aktif)
Stalkerware menunjukkan bahwa serangan siber bukan hanya tentang uang, tetapi juga tentang kontrol, manipulasi, dan kekerasan emosional yang merusak secara perlahan. Memeranginya butuh kesadaran kolektif dan keberanian hukum untuk bertindak tegas terhadap pelaku.